Oleh:
Abdul Rojani, Ahmad Anjas, Abdul Kholid
Abstrak – Pada era modern saat ini peningkatan
kesejahteraan masyarakat tidak harus bergantung pada sektor industri di kawasan
perkotaan saja. Namun, peningkatan kesejahteraan dapat dilakukan oleh
masyarakat dengan menggali potensi-potensi sumber daya yang ada di lingkungan
masyarakat itu sendiri tanpa bergantung pada sektor industri. Dengan
memaksimalkan potensi yang ada di lingkungan tempat tinggal masyarakat, dalam
hal ini adalah Desa dapat menciptakan kesejahteraan ekonomi masyarakat.
Desa-desa di Indonesia sangat subur dan memiliki segudang potensi perekonomian,
yakni aneka buah-buahan, aneka bunga, kerajinan UMKM, sektor pertanian,
keindahan alam, dan banyak potensi lain yang bisa dieksplorasi untuk kemajuan
ekonomi desa dan kawasan perdesaan. Dalam penelitian ini pembangunan ekonomi
harus berorientasi dan berbasis desa atau kami istilahkan dengan konsep Desanomics. Konsep Desanomics dari namanya Desanomics
merupakan perpaduan dari kata “Desa” dan “Economics”
yang berarti bahwa progam ini menekankan pada pengembangan potensi perekonomian
Desa dan menjadikan desa sebagai garda terdepan pembangunan ekonomi dengan
memberdayakan masyarakat untuk memaksimalkan potensi-potensi sumber daya yang
ada di desa tersebut sehingga desa dapat berdikari dan mandiri dalam mengelola
desanya masing-masing. Melalui pembentukan kelompok-kelompok usaha ditiap RT
dimana setiap kelompok usaha mengelola potensi desa atau lingkungan setempat
dan dalam manajemen kegiatan usahanya inilah ada peran penting mahasiswa
terutama mahasiswa bidikmisi sebagai pendamping dan pembimbing arah laju
kegiatan usaha kelompok usaha tersebut. Oleh karena itu konsep Desanomics ini dapat memecahkan masalah
dan solusi ketimpangan kesejahteraan masyarakat di desa dengan memberdayakan
masyarakat dan menggali potensi wilayah desa tersebut.
Kata Kunci: Peningkatan Kesejahteraan, Pembangunan Ekonomi, Desanomics, Pemberdayaan.
PENDAHULUAN
Kemiskinan menjadi salah satu
masalah akut yang terjadi di Indonesia saat ini. Badan Pusat Statistik mencatat
angka kemiskinan di Indonesia mencapai 10,7% pada September tahun 2016 atau
sekitar 27,76 Juta jiwa penduduk. Sedangkan pada Maret 2017 Jumlah Penduduk
Miskin Indonesia meningkat berjumlah 27,77 Juta Jiwa. Untuk mengukur kemiskinan
yang menjadi tolak ukur BPS adalah konsep “Kemampuan memenuhi kebutuhan dasar”
(basic needs approach), yakni bahwa
penduduk yang rata-rata pengeluaran perkapitanya dibawah Garis Kemiskinan (2100
Kalori perhari + faktor sandang, pangan, papan dan pendidikan).
Pemerintah pada 2017 menetapkan
standar kemiskinan adalah Rp. 11.000 penduduk yang pendapatan dan konsumsinya
perhari dibawah itu dikategorikan miskin mengikuti Standar UNDP $1 perhari.
Fenomena Kemiskinan terjadi di Indonesia khususnya dipedesaan sebanyak 17,10
juta penduduk miskin diperdesaan pada Maret 2017. Padahal Desa-desa di
Indonesia sangat subur dan memiliki segudang potensi perekonomian, yakni aneka
buah-buahan, aneka bunga, kerajinan UMKM, sektor pertanian, keindahan alam, dan
banyak potensi lain yang bisa dieksplorasi untuk kemajuan ekonomi desa dan
kawasan perdesaan.
Banyaknya potensi perekonomian
perdesaan tersebut hanya dapat dirasakan kemanfaatannya bagi masyarakat desa
apabila dikelola dengan baik dan, secara mandiri oleh masyarakat desa itu
sendiri. Maka untuk memaksimalkan potensi desa dan memberantas kemiskinan di
perdesaan perlu dikembangkan perekonomian desa.
KAJIAN PUSTAKA
Kemiskinan menurut Kementerian
Sosial dan BPS (2002) diartikan sebagai ketidakmampuan individu dalam memenuhi
kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak. Makna kemiskinan menurut Suparlan
(2004) kemiskinan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya
suatu tingkat kekurangan pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan
dengan standar kehidupan yang rendah ini secara langsung nampak pengaruhnya
terhadap tingkat keadaan kesehatan, kehidupan moral dan rasa harga diri mereka
yang tergolong sebagai orang miskin..
Untuk keluar dari kemiskinan
tersebut penduduk haruslah mandiri dan untuk menuju kemandirian itu dapat
dengan cara memberdayakan masyarakat seperti membuat ekonomi kreatif sehingga pemberdayaan
merupakan sebuah proses untuk membuat seseorang mampu melakukan aksi memenuhi
kebutuhan dirinya atau dengan kata lain menjadi mandiri.
Menurut Wrihatnolo dan
Dwijowiyoto (2007) pemberdayaan memiliki 3 tahapan, yaitu penyadaran,
peningkatan kapasitas, dan pemberian daya:
1. Tahap Penyadaran masyarakat
diberi pengetahuan yang bersifat kognitif,
belief, healing. Prinsipdasarnya
adalah membuat target mengerti bahwa mereka perlu (membangun“demand”)
diberdayakan, dan proses penyadaran itu timbul dari diri sendiri.
2. Tahap berikutnya ialah
peningkatan kapasitas/capacity building. Ada 3 jenis capacity building yakni manusia, organisasi, dan sistem nilai.
Peningkatan kapasitas manusia ialah mengedukasi orang melalui
sosialisasi, membentuk organisasi yang sesuai dengan kegiatan, dan membentuk
aturan hukum
3.
Tahap terakhir ialah pemberian
daya sendiri (empowerment), pada
tahap ini masyarakat diberi daya, kekuasaan, serta otoritas. Masyarakat diberi
kewenangan untuk mengidentifikasi masalah dan strategi yang tepat untuk
mengatasi masalah tersebut. Masyarakat juga diberi ukuran-ukuran pembangunan
dan ikut dalam perencanaan-perencanaan partisipatif yang merupakan penentuan
tujuan dan cara mencapainya.
METODE PENELITIAN
Penulis menggunakan metode
deskriptif kualitatif dalam penelitian ini, sebuah metode menganalisis data
ditunjukan atau disajikan dengan menggambarkan atau menarasikan suatu fenomena
sosial yang terjadi. Untuk memperoleh fakta-fakta yang lengkap dalam penelitian
ini, maka penulis menggunakan teknik pengumpulan data melalui studi pustaka
yakni menelaah literatur-literatur terkait seperti buku, jurnal, internet, dan
dokumen lain.
PEMBAHASAN
Sustainable Development Goals
(SDGs) memiliki salah satu tujuan yakni 0% Kemiskinan atau tidak ada satupun
penduduk miskin didunia pada tahun 2030. Besarnya potensi perekonomian Setiap
Desa perlu dikembangkan agar dapat menyejahterakan masyarakat dan memberantas
kemiskinan. Sehingga kemudian saya mengusulkan Konsep DESANOMICS dari namanya
Desanomics merupakan perpaduan dari kata “Desa” dan “Economics” yang berarti
bahwa progam ini menekankan pada pengembangan potensi perekonomian desa dan
menjadikan desa sebagai garda terdepan pengentasan kemiskinan. Dalam program
ini pembiayaan akan dibebankan pada 20% APBN, 30% APBD, 40% APBDes, dan 10%
Iuran Swadaya Masyarakat. Dalam Desanomics Unsur
Gotong-Royong lah yang diutamakan oleh karena itu pada implementasinya akan
dibuat setiap satu RT memiliki 1 kelompok usaha yang dibiayai oleh program
Desanomics ini bisa berupa Koperasi, BUMDes, atau UMKM yang didampingi 1
Mahasiswa/Petugas Pendamping yang sebelumnya telah mendapat pelatihan. Dimana
pendamping ini akan melakukan pengawasan, pelatihan, dan memandu pengembangan
usaha kelompok tersebut.
Setiap kelompok usaha akan
mengangkat potensi desanya sebagai sektor usaha, contohnya bagi desa nelayan/pesisir
pantai tentu akan dibuat kelompok usaha dibidang perikanan atau suatu desa
penghasil buah-buahan maka akan dibuat kelompok usaha dibidang pengolahan buah
tersebut atau bahkan bila perlu antar 1 kelompok usaha tersebut harus mempunyai
usaha yang berbeda-beda. Untuk memudahkan marketing
dan pengembangan usaha kelompok usaha Desanomics ini maka pemerintah harus
melakukan kerjasama dengan pihak swasta sehingga akan tercipta sinergitas yang
baik antara pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam pengembangan perekonomian.
Adanya kelompok usaha ini tentu akan sagat membantu dan menjadi sumber
pendapatan serta ajang melatih diri dan mengasah skill bagi para masyarakat
miskin. Sehingga kedepannya diharapkan masyarakat miskin khusunya mampu mandiri
berwirausaha. Selain itu APBDes yang cukup besar Rp. 1,5 M akan memudahkan
terlaksananya program ini.
Desanomics dilaksanakan melalui beberapa tahapan
pemberdayaan:
1.
Tahap Penyadaran
Masyarakat diberi pengetahuan dan kesadaran untuk
berwirausaha dan mandiri melalui sosialisasi program Desanomics/Perekonomian
Desa
2.
Tahap Peningkatan Kapasitas
Para Petugas Pendamping kelompok usaha yang telah
mendapat pelatihan kemudian memberi pelatihan kepada anggota kelompok usahanya.
Serta para pendamping ini akan mengelola dan mendampingi
kegiatan perekonomian kelompok usaha tersebut.
3.
Tahap terahir ialah pemberian
daya sendiri (empowerment)
Setelah dinilai siap maka petugas pendamping
memberi wewenang lebih besar pada masyarakat dalam mengelola kelompok usahanya.
Rencana Pelaksanaan
0-6 Bulan
1)
Pasca disahkan menjadi Peraturan
Daerah maka program Desanomics diawali dengan koordinasi pemerintah daerah
dengan pihak pemerintah desa dan memulai tahap perencanaan.
2)
Penyusunan Anggaran.
3)
Pembentukan Satuan tugas
Pelaksana Desanomics yang terdiri dari para mahasiswa dan petugas pendamping
program ini.
6-12 Bulan
1)
Pelatihan Anggota Satuan tugas
Desanomics.
2)
Penempatan para satuan tugas dan
eksplorasi potensi desa.
1-2
Tahun dan seterusnya
1)
Pembentukan Kelompok Usaha.
2)
Pencairan Modal Usaha.
3)
Pelaksanaan Usaha.
4)
Monitoring Usaha.
5)
Evaluasi.
Dengan konsep peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan
ekonomi berbasis desa (desanomics) tentu
dapat meningkatkan perekonomian dengan memberdayakan masyarakat dan memaksimalkan
potensi desa. Dengan menggali berbagai potensi desa dengan menggunakan metode
tersebut diharapkan desa dapat mandiri dan mengangkat derajat perekonomian
masyarakat setempat.
DAFTAR PUSTAKA
AG., S. (2005). Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Agustino, L. (2012). Dasar-dasar
Kebijakan Publik. Bandung: ALFABETA.
BPS. (2017). Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Provinsi
Maret 2016-September 2016. Jakarta: BPS.
Indiahono, D. (2009). Kebijakan Publik Berbasis Dynamic Policy Analysis.
Yogyakarta: Gaya Media.
Sarman, M. (2000). Masalah Penanggulangan Kemsikinan Refleksi dari
Kawasan Indonesia Timur. Jakarta: Puspa Swara.
Sasono, A.(1981). Indonesia: Keterbelakangan dan Ketergantungan Jakarta: Lembaga Studi
Pembangunan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar