Filsafat
Cina merupakan salah satu filasafat tertua di dunia, selain filsafat India dan
filsafat Barat, dan dipercaya menjadi salah satu filsafat dasar yang
mempengaruhi sejarah perkembangan filsafat dunia. Filsafat Cina sebagaimana
filsafat lainnya dipengaruhi oleh kebudayaan yang berkembang dari masa ke masa.
Ada
tiga tema pokok sepanjang sejarah filsafat cina, yakni harmoni, toleransi dan
perikemanusiaan. Harmoni antara manusia dan sesama, manusia dengan alam,
manusia dengan surga. Selalu dicari keseimbangan antara keduanya.
Toleransi
terlihat dalam keterbukaan terhadap pendapat-pendapat pribadi, suatu sikap
perdamaian yang memungkinkan suatu pluriformitas yang luar biasa, juga dalam
bidang agama. Perikemanusiaan, karena selalu manusia-lah yang merupakan pusat
filsafat Cina, manusia yang pada hakikatnya baik dan yang harus mencari
kebahagiaannya di dunia ini dengan memperkembangkan dirinya sendiri dalam
interaksi dengan alam dan sesama manusia.
Selalu
dicarikan keseimbangan, harmoni, suatu jalan tengah antara dua ekstrem: antara
manusia dan sesama, antara manusia dan alam, antara manusia dan surga.
Toleransi kelihatan dalam keterbukaan untuk pendapat-pendapat yang sama sekali
berbeda dari pendapat-pendapat pribadi, suatu sikap perdamaian yang
memungkinkan pluralitas yang luar biasa, juga dalam bidang agama. Kemudian,
perikemanusiaan. Pemikiran Cina lebih antroposentris daripada filsafat India
dan filsafat Barat. Manusialah yang selalu merupakan pusat filsafat Cina.
Pada
perkembangan melewati rentan waktu panjang yang dilalui Filsafat di Cina,
disini Filsafat Cina dapat dikategorikan ke dalam empat periode besar, yaitu:
Zaman Klasik (600 – 200 SM), zaman Neo-taoisme dan Buddhisme (200 SM – 1000 M),
zaman Neo-konfusianisme (1000 – 1900 M) dan zaman Modern (setelah 1900)
1. Zaman Klasik (600 – 200 SM)
Menurut tradisi, periode ini ditandai
oleh seratus sekolah filsafat, seratus aliran yang semuanya mempunyai ajaran
yang berbeda. Namun, kelihatan juga sejumlah konsep yang dipentingkan secara
umum, misalnya “tao” (jalan), “te” (keutamaan atau seni hidup), “yen”
(perikemanusiaan), “i” (keadilan), “t’ien” (surga) dan “yin-yang” (harmoni
kedua prinsip induk, prinsip aktif-laki-laki dan prinsip pasif-perempuan).
Sekolah-sekolah terpenting dalam jaman klasik adalah: Konfusianisme
a. Konfusianisme
b. Taoisme
c. Yin-Yang
d. Moisme
e. Ming Chia
f. Fa Chia
g. Mencius dan Xunzi
h. Daoisme
Bersama dengan perkembangan Buddhisme di Cina, konsep Tao mendapat arti baru. Tao sekarang dibandingkan dengan “Nirwana” dari ajaran Buddha, yaitu “transendensi di seberang segala nama dan konsep”, “di seberang adanya”. Transendensi merupakan dasar dari dua unsurnya yang lain. Transendensi hendak menjadikan nilai-nilai transendental (keimanan) sebagai bagian penting dari proses membangun peradaban. Transendensi menempatkan agama pada kedudukan yang sangat sentral.
3. Zaman
Neo-Konfusianisme (1000-1900)
Neo-Konfusianisme adalah bentuk Konfusianisme yang terutama dikembangkan selama Dinasti Song, tetapi aliran ini mulai nampak ke permukaan sudah sejak zaman dinasti Tang lewat Han Yu dan Li ao. Mereka membuka cakrawala baru Neo-Konfusianisme, yaitu dimensi kosmologis dalam refleksi mereka. Zhou Dunyi merupakan tokoh yang tak boleh dilupakan.
4. Zaman Modern (setelah 1900
Sejarah modern mulai di Cina sekitar tahun 1900. Pada permulaaan abad kedua puluh pengaruh filsafat Barat cukup besar. Banyak tulisan pemikir-pemikir Barat diterjemahkan ke dalam bahasa Cina. Aliran filsafat yang terpopuler adalah pragmatisme, jenis filsafat yang lahir di Amerika Serikat. Setelah pengaruh Barat ini mulailah suatu reaksi, kecenderungan kembali ke tradisi pribumi. Terutama sejak 1950, filsafat Cina dikuasai pemikiran Marx, Lenin dan MaoTse Tung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar